Pisquei e passaram 3 meses

Eu tenho pra mim que pouquíssimas coisas passageiras são realmente difíceis, nem mesmo tirar um gatinho do topo de uma árvore de 4 metros e galhos instáveis entra nessa lista. O difícil mesmo é o…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Snow on the Beach

Mahija terbaring sejak berjam-jam yang lalu, menghitung satu persatu titik air pada jendela kamarnya dengan harap kantuk segera datang. Alih-alih mengantuk, pikirannya melayang pada sosok ayah yang kini tidak pernah ia dengar lagi kabarnya. Dinding kamar Mahija terasa semakin sempit dengan pikiran tersebut. Mahija menghela napas panjang.

“Ja? Gua masuk ya.”

Pikiran-pikiran itu terus menggerogoti Mahija hingga lupa kapan ia memanggil Jenar untuk datang.

“Ya, masuk aja.”

Mahija mendapati Jenar dengan kaus putih dan celana abunya tersenyum menghampiri. Mahija sangat suka melihat Jenar tersenyum karena matanya akan berubah menyerupai bulan sabit. Mata Jenar mengingatkannya akan bulan sabit sebagai favoritnya dalam 8 fase bulan. Ia ingat ketika dulu Farsya memberikan fakta mengenai hal tersebut yang dipelajarinya dalam astronomi. Ia mengatakan bahwa bulan sabit biasa diumpamakan sebagai permulaan dan penutup karena 2 fase yang membaginya. A fresh start and a perfect time to rest.

“Mikirin apa, Ja? Kenapa belum tidur?”

“Terlalu banyak sampe gatau apa aja yang dipikirin.”

Mahija dapat melihat Jenar tersenyum, lagi. Suara jangkrik di kejauhan membuat mereka diam. Mahija menyibukkan dirinya dengan menyugar rambut Jenar yang kini telah kembali hitam.

“Lu pengen ga sih liat aurora di Finlandia?” tanya Mahija.

Pertanyaan Mahija lantas membuat Jenar tertawa, “sambil dengerin Snow on the Beach-nya Taylor Swift?”

Mahija mengangkat alisnya, tanda bertanya. “Maksudnya?”

“This scene feels like what I once saw on a screen, I searched aurora borealis green, I’ve never seen someone lit from within.” lanjut Jenar dengan nyanyian.

Mahija tergelak dan menepuk pelan pipi Jenar, “lu jadi Swifties juga ya? Karena gue?”

Jenar mengangguk, “You seem to like her a lot. Like a lot. So I’m curious.”

Mahija hanya menanggapinya dengan senyuman. Hening kembali menyelimuti mereka, suara jangkrik kini tergantikan oleh denting jarum jam yang telah menunjukkan pukul 2 malam.

“Ja, I didn’t know you have moles here,” ungkap Jenar sembari mengelus tempat dimana tahi lalat Mahija berada. Mahija menanggapinya dengan mencubit area kosong di tengah kedua tahi lalatnya,

“Liat nih, kayak gajah kan. Ini matanya, ini belalainya.”

Jenar tersenyum tanpa memutus elusannya.

“Jen, elusan lu bikin ngantuk masa.”

Jenar membawa Mahija lebih dekat, “tidur aja, tidur yang nyenyak. Gausah mimpi. I’ll be right here when you’re up.”

Add a comment

Related posts:

Stopping the Silencing in Sudan

The recent wave of enforced disappearances that have taken place in Sudan, particularly of peaceful protesters is deeply concerning and, calls for urgent action by both Sudanese authorities and the…

Why We Should Strive To Be Ravens

A raven sat high in a tree observing the world around him. Below him was a Great Lake upon which a beautiful white swan was swimming. The raven flew down to the swan and said, “I thought I was the…